Ushul Fiqih dan Ilmu Fiqih
Pengertian:
Tinjauan bahasa. Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Tinjauan istilah fiqh:
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim : “Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta’ala berfirman: “…dan tunaikanlah zakat!.”
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut : “Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta’ala berfirman : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai… “.
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :
“Ilmu tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.”
Asbabun Nuzul:
Al-Qur’anul dan Hadits-hadits menguraikan masalah pokok secara garis besar dan tidak mencakup semua masalah yang timbul kemudian, karena masalah-masalah itu tdak akan ada habis-habisnya sesuai dengan kemajuan dalam segala lapangan kehidupan. Tentu saja ada masallah yang baru yang belum pernah terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Untuk menetapkan sesuatu hukum dalam masalah yang baru itu, para ulama berijtihad dengan mendasarkan ijtihad mereka itu kepada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
Dalam berijtihad ini ulama-ulama Hijaz mengutamakan Hadits sebagai dasar hukum dan pelopor mereka ialah Malik bin Annas (713-789 M), sedang ulama’ Irak mengutamakan pedoman mereka kepada qiyas dan pelopor mereka ialah Abu Hanifah (699-767 M). Sebabnya mereka lebih mengutamakan qiyas sebagia pedoman mereka, karena hadits-hadits banyak yang lemah dan palsu. Kemudian setelah ulam-ulama bertemu dan berkumpul dengan ulama-ulama Irak serta dapat diketahui mana hadits shahih dan mana hadits yang lemah dan palsu, para ulama tersemut sama-sama mendasarkan ijtihad mereka kepada hafits dan apabila tdak terdapat hadits, barulah mereka mendasarkan ijtihad itu kepada qiyas. Akhirnya timbullah beberapa madzhab, yang termasyhur diantaranya ialah madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Bagi masing-masing madzhab ini ada ulama-ulamanya yang terkenal.
Dalam berijtihad untuk menetapkan sesuatu hukum, haruslah mengetahui cara-cara mengistimbatkan untuk mengambil kesimpulan mengenai hukum itu dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits. Cara-cara ini mula-mula disusun oleh Imam Syafi’i (757-820 M) dalam kitabnya yang bernama Ar Risalah. Ilmu ini kemudian terkenal dengan Ilmu Ushul Fiqih. Lalu muncullah beberapa ulama yang melengkapi dan menyempurnakan ilmu ini dengan cara yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar