ILMU DLORURI
ilmu yang masih bisa berubah hukumnya asal kata: dlorro-yudlorru-dloriiron يضcontoh kasus: babi haram, tetapi bisa menjadi halal bila dalam keadaan dlorurot.
Dalil Naqli: Al Maidah 33.
وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (3)
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [394].
Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat 145.[395].
Maksudnya ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.[396].
Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. Orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak.
Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu.
Setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.[397].
Yang dimaksud dengan hari ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.[398
Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
ILMU MUHTASAB
yaitu: ilmu yang sudah baku hukumnya. asal kata: hasaba
contoh kasus: qishaash.
Dalil naqli: Al An’am.
Read More..
Minggu, 03 Oktober 2010
Pengertian Ushul Fiqih dan Ilmu Fiqih
Ushul Fiqih dan Ilmu Fiqih
Pengertian:
Tinjauan bahasa. Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Tinjauan istilah fiqh:
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim : “Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta’ala berfirman: “…dan tunaikanlah zakat!.”
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut : “Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta’ala berfirman : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai… “.
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :
“Ilmu tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.”
Asbabun Nuzul:
Al-Qur’anul dan Hadits-hadits menguraikan masalah pokok secara garis besar dan tidak mencakup semua masalah yang timbul kemudian, karena masalah-masalah itu tdak akan ada habis-habisnya sesuai dengan kemajuan dalam segala lapangan kehidupan. Tentu saja ada masallah yang baru yang belum pernah terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Untuk menetapkan sesuatu hukum dalam masalah yang baru itu, para ulama berijtihad dengan mendasarkan ijtihad mereka itu kepada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
Dalam berijtihad ini ulama-ulama Hijaz mengutamakan Hadits sebagai dasar hukum dan pelopor mereka ialah Malik bin Annas (713-789 M), sedang ulama’ Irak mengutamakan pedoman mereka kepada qiyas dan pelopor mereka ialah Abu Hanifah (699-767 M). Sebabnya mereka lebih mengutamakan qiyas sebagia pedoman mereka, karena hadits-hadits banyak yang lemah dan palsu. Kemudian setelah ulam-ulama bertemu dan berkumpul dengan ulama-ulama Irak serta dapat diketahui mana hadits shahih dan mana hadits yang lemah dan palsu, para ulama tersemut sama-sama mendasarkan ijtihad mereka kepada hafits dan apabila tdak terdapat hadits, barulah mereka mendasarkan ijtihad itu kepada qiyas. Akhirnya timbullah beberapa madzhab, yang termasyhur diantaranya ialah madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Bagi masing-masing madzhab ini ada ulama-ulamanya yang terkenal.
Dalam berijtihad untuk menetapkan sesuatu hukum, haruslah mengetahui cara-cara mengistimbatkan untuk mengambil kesimpulan mengenai hukum itu dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits. Cara-cara ini mula-mula disusun oleh Imam Syafi’i (757-820 M) dalam kitabnya yang bernama Ar Risalah. Ilmu ini kemudian terkenal dengan Ilmu Ushul Fiqih. Lalu muncullah beberapa ulama yang melengkapi dan menyempurnakan ilmu ini dengan cara yang lebih baik. Read More..
Pengertian:
Tinjauan bahasa. Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.
Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.
Tinjauan istilah fiqh:
Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim : “Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta’ala berfirman: “…dan tunaikanlah zakat!.”
Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut : “Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta’ala berfirman : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai… “.
Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.
Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :
“Ilmu tentang hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.”
Asbabun Nuzul:
Al-Qur’anul dan Hadits-hadits menguraikan masalah pokok secara garis besar dan tidak mencakup semua masalah yang timbul kemudian, karena masalah-masalah itu tdak akan ada habis-habisnya sesuai dengan kemajuan dalam segala lapangan kehidupan. Tentu saja ada masallah yang baru yang belum pernah terjadi di masa Rasulullah s.a.w. Untuk menetapkan sesuatu hukum dalam masalah yang baru itu, para ulama berijtihad dengan mendasarkan ijtihad mereka itu kepada Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
Dalam berijtihad ini ulama-ulama Hijaz mengutamakan Hadits sebagai dasar hukum dan pelopor mereka ialah Malik bin Annas (713-789 M), sedang ulama’ Irak mengutamakan pedoman mereka kepada qiyas dan pelopor mereka ialah Abu Hanifah (699-767 M). Sebabnya mereka lebih mengutamakan qiyas sebagia pedoman mereka, karena hadits-hadits banyak yang lemah dan palsu. Kemudian setelah ulam-ulama bertemu dan berkumpul dengan ulama-ulama Irak serta dapat diketahui mana hadits shahih dan mana hadits yang lemah dan palsu, para ulama tersemut sama-sama mendasarkan ijtihad mereka kepada hafits dan apabila tdak terdapat hadits, barulah mereka mendasarkan ijtihad itu kepada qiyas. Akhirnya timbullah beberapa madzhab, yang termasyhur diantaranya ialah madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Bagi masing-masing madzhab ini ada ulama-ulamanya yang terkenal.
Dalam berijtihad untuk menetapkan sesuatu hukum, haruslah mengetahui cara-cara mengistimbatkan untuk mengambil kesimpulan mengenai hukum itu dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits. Cara-cara ini mula-mula disusun oleh Imam Syafi’i (757-820 M) dalam kitabnya yang bernama Ar Risalah. Ilmu ini kemudian terkenal dengan Ilmu Ushul Fiqih. Lalu muncullah beberapa ulama yang melengkapi dan menyempurnakan ilmu ini dengan cara yang lebih baik. Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)